Kemang Showdown: Fast & Furious Meets PremanEdition

Bentrok Kemang
Screenshot Bentrok Kemang (gambar via Google)

Kalau kamu pikir adegan gangster cuma ada di film The Warriors atau GTA Online, berarti belum nonton live action-nya di Kemang, Jakarta Selatan. Bayangkan: dua kelompok berseteru, senjata laras panjang, mobil Agya kuning ngebut kayak di Fast & Furious, dan alasan mereka berantem? Bukan rebutan kekuasaan atau balas dendam mafia, tapi sengketa lahan yang ternyata milik PT Lippo Group. Ya, plot twist-nya lebih ngena daripada ending Game of Thrones!

Babak 1: Dari Nongkrong Cappuccino ke Chaos ala The Purge

Kemang, lokasi yang biasa dipenuhi kafe instagrammable dan anak muda hipster, tiba-tiba berubah jadi set film The Raid 3. Tanggal 2 Mei 2025, dua kelompok, sebut saja “Geng Hoodie” vs “Geng Kolor Bolong”, bentrok bak Power Rangers yang kehabisan budget kostum. Penyebabnya? Klaim sepihak atas sebidang tanah yang konon dikelola Lippo. Lho, kok bisa? Ternyata, menurut klaim Lippo Group, tanah itu memang hak mereka, tapi entah kenapa jadi rebutan layaknya Black Friday di pasar loak.

Awalnya cuma saling sindir di medsos, tapi lama-lama eskalasinya naik level kayak karakter Mortal Kombat. Dari comment war sampai ancaman fisik, ujung-ujungnya mereka melee di jalanan. Senjata tajam? Ada. Senapan angin? Check. Bahkan, salah satu tersangka baru saja beli senapan itu di Jakarta, seperti dilaporkan Detik. Kira-kira dia beli sambil live Tiktok unboxing gak, ya?

Babak 2: Agya Kuning, Sang Pahlawan (atau Penjahat?)

Di tengah keributan, ada satu bintang tak terduga: mobil Agya kuning yang ngetrend banget di rekaman CCTV. Mirip mobil Brian O’Conner di Fast & Furious, cuma versi low budget. Alih-alih ngebut drifting, mobil ini malah jadi kurir pengiriman senjata laras panjang. Gridoto melaporkan, Agya kuning itu bolak-balik ngisi ammo buat para “pejuang lahan”. Kira-kira supirnya dapet bonus overtime gak, ya?

Tapi jangan salah, polisi enggak cuma nonton kayak penonton Netflix. Mereka langsung action ala John Wick minus kopinya. Sebanyak 25 orang ditangkap, dan tersangka terus bertambah sampai 10 orang. Salah satunya bahkan diciduk saat mau kabur, spoiler: gaya larinya kayak Naruto tapi kecepatannya Flash versi reality check.

Babak 3: Senjata Tajam vs Harga Diri yang Tumpul

Yang bikin geleng-geleng, senjata yang dipakai bukan cuma bawaan dari rumah. Ada yang beli senapan angin fresh from marketplace Jakarta, kata Tirto. Bayangin: sambil nunggu GrabFood, mereka checkout senapan buat nembak rival. Prioritas banget, sih!

Tapi di balik kelucuan ini, ada masalah serius: premanisme yang bikin negara terlihat tak punya harga diri. Bayangin, sengketa lahan harus diselesaikan pake senjata, bukan melalui meja hukum. Kalo gitu, buat apa ada pengacara? Ganti aja jadi dealer senjata.

Epilog: Kemang, dari Trendy ke Tren Yahud

Usai keributan, polisi menyita senapan angin dan senjata tajam sejumlah gudang. Sementara itu, Lippo Group cuma bisa angkat bahu sambil bilang, “Lah, itu tanah kami” seperti dilansir Kompas.

Apa pelajaran dari kisah ini?

  1. Jangan beli senapan angin online; rating-nya jelek, bakal ditangkep polisi.
  2. Mobil Agya kuning cocok buat side hustle; ojol atau pengiriman senjata.
  3. Kalo mau ribut, pilih lokasi yang enggak deket kafe; nanti cappuccino-nya tumpah.

Dan yang terpenting: urusan tanah itu lebih ribet daripada plot Avengers. Mending serahkan ke ahlinya, atau jadiin aja bahan film Fast & Furious 12: Jakarta Drift.

Artikel ini ditulis sambil dengerin lagu “Bad Boys” (lagu tema Cops) dan nostalgia main GTA. Kalo mau protes, komentar aja. Stay safe, jangan ikutan gangster!

Ewada : nulis santai, tapi nggak santai-santai amat.

Leave a Reply