Bayangkan zaman dulu: nenek kita menyimpan uang di bawah kasur, bapak-bapak beli emas lalu flexing di arisan, sementara generasi millennial dan Gen Z sekarang? Mereka lebih suka flexing portofolio saham sambil nongkrong di kafe kekinian. Data terbaru menyebut investor pasar modal Indonesia tembus 16 juta, dengan mayoritas berusia di bawah 30 tahun. Ya, anak muda sekarang tidak cuma ribut rebahan atau *drama cinta ala Netflix, tapi juga sibuk nge-gas akun sekuritas.
Beli Saham atau Beli Kuota?: Fenomena Investasi ala Gen Z
Kalau dulu uang jajan Rp20.000 cuma cukup buat beli mie ayam plus es teh, sekarang uang segitu bisa jadi modal awal investasi berkat aplikasi saham yang user-friendly kayak Tinder (BEI bahkan bikin edukasi biar kita nggak salah swipe saham). Tapi jangan salah, ini bukan sekadar trending topic di Twitter. Ini lifestyle baru: “Daripada stalking mantan di IG, mending stalking IHSG”.
Tapi jangan kira semua smooth kayak filter TikTok. Ada yang beli saham hanya karena tertipu jargon “SAHAM ITU SEPERTI CINTA, HARUS DIIKHLASKAN”, eh taunya malah ikut arisan rugi bersama. Lah, sahamnya turun 50%? Tenang, kata BEI, itu bagian dari proses edukasi. “Kalo nggak jatuh, mana bisa belajar naik sepeda saham?”
16 Juta Investor? Tapi 94% Masih Nonton dari Pinggir Kolam Renang
Meski angka 16 juta terdengar epic kayak Avengers: Endgame, faktanya baru 6% warga RI yang jadi investor. Sisanya? Ada yang masih ragu: “Investasi itu kayak hantu, sering dibicarakan tapi nggak keliatan bentuknya”. Atau mungkin sibuk gatekeeping: “Ah, saham itu cuma buatan kaum elit!” Padahal, BEI sudah bilang, modal awal bisa serendah harga segelas kopi kekinian (baca di sini).
Tapi jangan salah, 6% ini sudah cukup bikin pasar modal RI viral kayak dance challenge di TikTok. Generasi muda mendominasi, dan mereka nggak cuma main saham blue-chip. Ada yang negoisin saham kripto sambil live trading di Instagram, atau beli saham perusahaan es kopi susu karena ngidam minuman itu tiap pagi.
BEI: Dari Edukasi sampai “Jangan Jadi Investor Karbitan”
BEI tak mau kalah update. Mereka gencar edukasi pasar modal lewat webinar, konten Instagram, bahkan kolaborasi dengan selebritas. Bayangkan: Korea punya BTS, Indonesia punya BES (Bareng Edukasi Saham).
Tapi, di balik euforia ini, BEI juga ngasih subtle warning: “Jangan asal YOLO beli saham cuma karena kata influencer!”. Mirip pesan di film Squid Game: “Investasi itu permainan serius. Kalo nggak paham aturan, bisa dihapus sama pasar”.
Meme Saham vs Nasihat Orang Tua: Siapa yang Menang?
Orang tua mungkin masih ngotot: “Nak, mending beli tanah aja, saham itu nggak ada wujudnya!”. Tapi anak muda sudah punya argumen: “Tanah harganya naik 5% setahun, saham GOTO bisa naik 20% dalam sehari!” (Catatan: Bisa naik, bisa juga turun kayak rollercoaster).
Tren ini jelas disruption kayak Gojek vs ojek konvensional. Tapi satu hal yang pasti: Investasi bukan cuma soal cuan, tapi juga soal literasi. Seperti kata Berita Metro TV, “Jangan sampai kita lebih hapal harga skincare daripada harga wajar saham”.
Penutup: Saham Bukan Cuma Buat Yang Jago Matematika
Kalau kamu masih mikir investasi saham cuma buat para nerd lulusan MBA, pikir lagi. Sekarang, main saham bisa sambil nyemil indomie dan dengerin podcast Deddy Corbuzier. Tapi ingat: Jangan sampai portofolio sahammu sechaotic feed Instagrammu.
Dan untuk 94% yang belum ikut, BEI bilang: “Yuk, gabung! Nggak perlu takut. Kalah itu biasa, tapi menang itu… ya kita doain aja.”
Artikel ini disponsori oleh: Kopi instan, teman setia begadang pantau IHSG dan harga Bitcoin.
Disclaimer: Penulis bukan ahli finansial, cuma ahli overthinking sambil lihat portfolio merah-merah.